250422_RFHD_Temple_Tour_KT_35.jpg
Rilis Berita

Para Pemimpin Agama dari Asia Tenggara Bertemu di BYU–Hawaii untuk Dialog Perdamaian dan Inklusivitas

Sekitar 170 orang dari berbagai agama di Asia Tenggara berkumpul di kampus Brigham Young University–Hawaii yang indah dari tanggal 22 hingga 25 April 2025, untuk membahas upaya mewujudkan masyarakat yang damai dan inklusif.

Konferensi ini diselenggarakan oleh Religious Freedom and Human Dignity Initiative [Inisiatif Kebebasan Beragama dan Martabat Manusia] di BYU–Hawaii, bekerja sama dengan penyelenggara dari International Center for Law and Religion Studies [Pusat Internasional untuk Studi Hukum dan Agama] di BYU, Religious Freedom Institute [Institut Kebebasan Beragama], dan Institut Leimena dari Indonesia.

Konferensi ini mempertemukan para pemimpin agama dan cendekiawan yang mewakili berbagai agama, termasuk Gereja Anglikan, Buddhist Missionary Society, Gereja Katolik, Institute of Islamic Understanding, dan Gereja Yesus Kristus dari Orang-Orang Suci Zaman Akhir. Mereka berbagi wawasan tentang kebebasan beragama dan martabat manusia di Asia Tenggara dan memberikan saran praktis untuk memajukan prinsip-prinsip ini di negara asal mereka.

“Asia Tenggara adalah salah satu kawasan dengan keberagaman agama paling tinggi di planet ini, di mana banyak agama global dan masyarakat adat hidup berdampingan dalam komunitas yang dinamis,” ujar Penatua Michael B. Strong dari Presidensi Area Filipina Gereja. “Sebagai pemimpin negara dan komunitas, kita harus berusaha membangun masyarakat pluralistik di mana perdamaian, persatuan, dan keharmonisan berkembang.”

Penatua Strong mengakui fokus BYU–Hawaii dalam mempromosikan perdamaian, pemahaman antarbudaya, dan nilai-nilai inti akan apresiasi, toleransi, dan penghormatan—asas-asas yang dia sebut “menyatukan semua orang” dengan cara-cara yang tidak dapat dilakukan universitas lain.

Melanjutkan tema kepemimpinan dan pelayanan, Penatua Nithya Kumar Sunderraj dari India, seorang anggota dari Kuorum Keempat Tujuh Puluh Gereja Yesus Kristus, juga menghadiri konferensi tersebut dan bertemu dengan para mahasiswa BYU–Hawaii. Dia mengajar para mahasiswa cara menjadi pemimpin seperti Kristus, melayani komunitas mereka dan mendukung kebebasan beragama dan martabat manusia di negara asal mereka.

Selain sesi formal, para delegasi juga mengamati aspek unik dari kampus BYU–Hawaii dan masyarakat setempat. Misalnya, para delegasi mengunjungi halaman Bait Suci Laie Hawaii. Ini adalah bait suci Tuhan pertama yang dibangun di luar benua Amerika Serikat. Para perwakilan mahasiswa memandu tur, menawarkan wawasan tentang tujuan sakral dan signifikansi historis bait suci tersebut. Para delegasi mengajukan pertanyaan, terlibat dalam percakapan yang penuh perhatian, dan menjalin hubungan yang menjembatani perbedaan agama dan budaya.

25_04_22_RFHD_EG_59.JPG
25_04_22_RFHD_EG_59.JPG
Para panelis berbicara di jamuan makan malam penyambutan di konferensi kebebasan beragama di kampus Brigham Young University–Hawaii pada 22 April 2025, untuk membahas upaya mewujudkan masyarakat yang damai dan inklusif.
Download Photo

Suatu ciri yang unik dan terinspirasi budaya dari konferensi ini adalah pertemuan “talanoa”, sesi-sesi diskusi di mana mahasiswa dan anggota masyarakat terlibat dalam dialog yang bermakna dengan para delegasi. Empat sesi talanoa berlangsung, memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk terhubung dengan para pemimpin dari India, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, dan Viet Nam. Percakapan tatap muka yang informal ini memungkinkan mahasiswa dan delegasi untuk membahas isu-isu yang mendesak, tujuan masa depan, dan pertanyaan lintas agama. Para delegasi bahkan bertanya kepada mahasiswa tentang agama mereka sendiri, yang mengarah pada saling pengertian dan hubungan yang diperkuat. Banyak yang menggambarkan sesi talanoa ini sebagai puncak konferensi.

Dengan sejumlah besar mahasiswa Asia Tenggara yang menempuh pendidikan di BYU–Hawaii, banyak yang menyumbangkan waktu dan bakat mereka untuk mendukung konferensi tersebut. Mereka menawarkan sambutan ramah yang membantu mempererat hubungan, bahkan saat jauh dari rumah, dan memfasilitasi diskusi yang bermakna tentang tantangan yang negara asal mereka hadapi. Para mahasiswa ini juga berkesempatan untuk mempresentasikan proyek penelitian tentang kebebasan beragama di Asia Tenggara. Mereka membantu mengoordinasikan sesi, mengarahkan delegasi, menulis ringkasan, dan memandu peserta selama acara berlangsung.

Semangat aloha terasa di sepanjang konferensi ini, saat para mahasiswa, delegasi, dan pemimpin dari berbagai latar belakang berkumpul dengan rasa saling menghormati dan komitmen bersama untuk membangun Asia Tenggara yang lebih damai dan inklusif.

Catatan Panduan Gaya:Ketika melaporkan tentang Gereja Yesus Kristus dari Orang-Orang Suci Zaman Akhir, mohon gunakan nama lengkap Gereja dalam rujukan pertama. Untuk informasi lebih lanjut mengenai penggunaan nama Gereja, pergi ke panduan gaya daring kami.Panduan Gaya.